Rabu, 30 Maret 2011

Habitat Owa Jawa Dipulihkan Pada Hari Bumi

repost from :
 https://akuindonesiana.wordpress.com/2010/04/26/habitat-owa-jawa-dipulihkan-pada-hari-bumi/



Salah satu habitat satwa langka owa jawa atau Hylobates moloch di Blok Hutan Tiwel, Desa Nangerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dipulihkan. Blok hutan alam sekitar lima hektar itu disatukan dengan hutan alam yang berada di wilayah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Selama ini antara Blok Hutan Tiwel dan wilayah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dipisahkan hutan produksi seluas 40 hektar. Status hutan produksi itu telah diubah sebagai kawasan konservasi dan masuk kawasan TNGGP yang kini memiliki luas 21.975 hektar.
Dalam rangka memperingati Hari Bumi, Kamis (22/4), para pencinta lingkungan dari perusahaan jasa konsultan audit internasional Mazars bekerja sama dengan lembaga Conservation International-Indonesia, perkumpulan pencinta lingkungan Gedepahala, dan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, menanami lima hektar area yang semula sebagai hutan produksi itu.
”Penanaman itu sebagai adopsi pohon oleh perusahaan kami. Selain untuk penyelamatan habitat satwa langka owa jawa, hal itu juga untuk mewujudkan konsep netral karbon melalui netral kertas yang selama ini kami pakai,” kata Presiden Direktur Mazars Indonesia James Kallman.
Mazars mengawali inisiatif menghitung konsumsi kertas yang digunakan terhadap dampak lingkungan di Indonesia. Pada 2009 diawali dengan penanaman pohon lokal di TNGGP seluas 10.000 meter persegi. Kemudian dilanjutkan seluas lima hektar pada tahun 2010 bertepatan dengan Hari Bumi.
Upaya yang ditempuh itu juga dihitung untuk menggantikan 600 ton karbon dioksida atau berkisar 50 persen dari jejak karbon yang dihasilkan selama Konferensi Internasional Mazars di London, Inggris, Desember 2009.
Owa jawa
Regional Vice President CI-Indonesia Jatna Supriatna mengatakan, Blok Hutan Tiwel merupakan lokasi pelepasliaran sepasang owa jawa yang pertama di dunia. Blok hutan alam yang menyediakan sumber makanan penting bagi owa jawa ini diharapkan secepatnya menyatu dengan kawasan hutan alam TNGGP.
Anton Ario dari CI-Indonesia yang menjadi penanggung jawab regional kawasan TNGGP mengatakan, saat ini hutan alam wilayah TNGGP rentan terhadap perluasan ladang penduduk. Di TNGGP inilah kini akan dijadikan habitat owa jawa.
Berdasarkan catatan Litbang Kompas, bentuk tubuh owa jawa mirip dengan lutung. Perbedaannya adalah owa jawa berwarna lebih terang atau keperakan. Panjang tubuh jantan dan betina dewasa berkisar 750-800 mm dengan berat 4-8 kilogram.
Primata ini hidup dalam kelompok bersistem keluarga monogami. Selain pasangan induk, kelompok itu terdiri dari 1-2 anak yang belum mandiri. Seekor owa jawa bisa hidup hingga 35 tahun.
Owa jawa memakan sekitar 125 jenis tumbuhan dengan komposisi makanan 61 persen buah dan 38 persen dedaunan. Sisanya bunga dan serangga.
Habitat alami owa jawa di hutan tropis berketinggian 1.400-1.600 meter di atas permukaan laut. Awalnya, hewan ini dapat ditemukan di kawasan mulai dari Ujung Kulon, Banten, hingga Dieng, Jawa Tengah. Pada survei tahun 1994 di hutan wilayah itu, populasi owa jawa sekitar 3.000 ekor.
Namun, rusaknya hutan menyebabkan habitat alami owa jawa terganggu. Tidak mengherankan jika owa jawa kini hanya dapat ditemukan dalam jumlah kecil di kawasan konservasi. Di Jabar, hewan ini ditemukan di kawasan konservasi Gunung Gede Pangrango. Di taman nasional seluas 15.000 hektar itu, owa jawa diperkirakan tinggal 300 ekor

Selasa, 08 Maret 2011

TARI ENDEL , SUGUHAN BERBEDA DARI KOTA THE POCI


Tegal mungkin sebagian besar masyarakat kita hanya mengenalnya sebagai kota bahari saja. Kota yang terkenal dengan “Warteg ( Warung Tegal) “ yang menyajikan makanan serba murah ini adalah salah satu penghasil Perlu kita tahu kota yang terletak kedua di ujung barat  provinsi Jawa Tengah ini memiliki khasanah budaya yang cukup menarik.
Ada sisi yang luput dari pengetahuan kita. Ternyata kota bahari ini memiliki kesenian tradional yang cukup kita perhitungkan keberadaannya. Tari Endel adalah salah satu warisan budaya khas kota Tegal yang semakin memperkaya budaya nasional. Bila sebuah tarian dipertontonkan di hadapan tamu khusus, seperti halnya seorang presiden, rasanya pantas bila pelaku tarian ini mendapat tempat yang layak. Namun hal ini tidak sepenuhnya berlaku pada tari Topeng Endel, sebuah tarian khas Tegal, dengan sejumlah pelakunya. Mereka yang terlibat dalam Topeng Endel ini hidup biasa-biasa saja, dengan kelebihan dan segala kekurangannya.
Tari Topeng Endel biasa dibawakan oleh satu atau dua penari bergantian. Sang penari selalu mempunyai kelompok gamelan pengiring yang terdiri dari kendang, bonang, saron, balongan dan peking. Gamelan – Jawa inilah yang mengiringi gemulainya penari Endel untuk mengeksplorasi keindahan tarian ini.

Kegenitan dak kalincahan menjadi ciri tari Topeng Endel, sesuai dengan namanya Endel, yang dalam bahasa Tegalan artinya "kenes", atau genit. Gerak penarinya seakan menggambarkan percumbuan penari dengan bayangan sang pangeran. Namun semuanya berlangsung lembut, dalam kesunyian diri, dan jauh dari desahan erotis. Gerak penari Topeng Endel lebih banyak mengikuti hentakan gamelan. Menghanyutkan, mampu menghipnotis siapa saja yang menikmatinya. Inilah sebuah tarian seksi namun dari kesan murahan atau bahkan pornografi. Topeng Endel Adalah bentuk topeng wanita dengan kostum endel yang mirip penari Gambyong. Tariannya diiringi gending lancaran ombak banyu laras slendro manyuro
Tari ini pertama dikenalkan oleh ibu Sawitri. Disinilah sesepuh tari Topeng Endel, Bu Sawitri menetap. Di Desa Selarong Lor, Kecamatan Duku Waru, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Selama hampir 20 tahun, primadona tari kenes ini menghabiskan kesehariannya, sebagai penjual makanan pagi. Ibu tiga orang putra ini mengeluti tari Endel karena menurutnya tarian ini adalah tarian yang seharusnya mencerminkan sosok wanita Jawa di masa mendatang. Wanita Jawa memang terkenal dengan sikap halus , lembut keibuan dan bahkan sangat penurut ini memang sering sidalahpahamkan sehingga menimbulkan kesan bahwa wanita Jawa adalah wanita terjajah. Seyogyanya perempuan Jawa adalah wanita yang dinamis , luwes namun tidak meninggalkan “trapnya” sebagai seorang perempuan sebagaimana mestinya. Sementara urusan menari, untunglah Ibu Sawitri masih bisa meneruskan ilmunya.
Sebagai satu satunya sesepuh dan penerus tari Topeng Endel khas Tegal, Bu Sawitri yang lahir di Tegal, 60 tahun lalu ini, sadar betul bahwa tarian ini membutuhkan ketekunan. Hal yang selalu ia tekankan kepada murid-muridnya. Mungkin, sering tersirat dalam pikiran perempuan ini, pengalamannya semasa kecil ketika mempelajari gerakan tari yang dimainkan ibunya saat pertunjukan dari kota ke kota. Dari ketekunannya menyimak gemulainya gerakan sang ibunda inilah, Sawitri kecil akhirnya memperoleh kepercayaan mendampingi ibunya menari tari Topeng Endel diusianya yang ke 20 tahun.
Meski usianya tak lagi muda , beliau tidak pernah mengeluh untuk selalu mengajarkan taeri Endel ini jika ada yang masih ingin belajar kepadanya. Ketekunannya terpancar untuk terus melanjutkan keberadaan tarian ini. Ia tidak ingin tari Endel menghilang dari peradaban seni Nasional yang tidak bisa dipungkiri di jaman sekarang keeksisan tarian daerah mulai luntur ditelan oleh kebudayaan masyarakat yang baru yaitu budaya moderen. Sepasang mata wanita tua renta berkulit kerut lainnya yang tak lain ibu dari sang penerus, dengan seksama mengawasi gerakan- gerakan yang diajarkan Bu Sawitri kepada anak didiknya.

Raut muka sedih hingga tetes air mata kadang terpancar], saat munculnya kembali ingatan masa lalu sebagai penari Topeng Endel bersama suami tercinta yang kini telah tiada. Namun, sebagaimana nasib sebuah kesenian tradisional pada umumnya, perlahan tari Topeng Endel ini pun ikut tergusur dengan seni modern seperti pentas dangdut. Ada undangan pementasan sebulan sekali saja, rasanya sudah luar biasa. Tapi tak masalah bagi sang penari. Yang penting baginya, tari Topeng Endel tetap hidup, dan itu artinya ia harus melakukan regenerasi. Impiannya, punya sebuah sanggar untuk kegiatan melatih tari.

Menjelang bulan Agustus ini biasanya banyak permintaan untuk tampil. Dan ia harus menyiapkan staminanya yang prima. Sebagai seorang penari, Sawitri adalah sosok penari yang utuh. Geraknya luwes, bernaluri tajam dan fisik yang terjaga. [B]Akankah muncul Sawitri-Sawitri berikutnya?, yang akan membuat tari Topeng Endel jauh lebih dikenal, tak hanya di Jawa Tengah.


PERNAH MASUK MURI
ENDEL, tari tradisional asal Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, masuk Museum Rekor Indonesia (Muri), sebagai tarian dengan peserta terbanyak, Pencatatan rekor itu setelah sebanyak 1.700 penari unjuk kebolehan di halaman Kantor Pemkab Tegal, dalam rangka memperingati HUT ke-470 Tegal. Para penari yang semuanya wanita merupakan siswa SD yang ada di seluruh Kabupaten Tegal. Dalam pergelaran tari Endel, semua penarinya menggunakan topeng yang sebelumnya dipesan dari Sanggar Satria Laras, milik dalang kondang Ki Enthus Susmono. Ki Enthus mengatakan Endel merupakan tari tradisional khas Tegal, meski secara jujur harus diakui merupakan akulturasi dari tari topeng Cirebon atau Losari.